Pemantik Revolusi Sosial Baru di Jawa Barat?
Gaya pemerintahan yang personalistik ini bisa menjadi pemantik lahirnya kesadaran baru di tengah masyarakat Jawa Barat. Ketika rakyat mulai melihat bahwa sistem disubordinasi oleh figur, bahwa aspirasi dikalahkan oleh narasi personal, maka bibit perlawanan sosial akan tumbuh.
Dalam kerangka Revolusi Prancis, absolutisme seperti yang diklaim Louis XIV justru melahirkan badai revolusi. Rakyat menggugat dominasi individu atas negara. Jika pola serupa terus terjadi di Jawa Barat, maka kita bisa menyaksikan gelombang protes sosial dan tuntutan perubahan struktural dalam waktu dekat.
Modernisasi pemerintahan tidak bisa dibangun di atas puing-puing feodalisme baru. Masyarakat Jawa Barat membutuhkan pemimpin yang tidak hanya karismatik, tetapi juga sadar akan batas-batas konstitusionalnya. Butuh sistem, bukan hanya simbol.
Penutup: Membangun Jawa Barat, Bukan Memuja Pemimpinnya
Sudah saatnya kita memisahkan antara pencitraan dan pemerintahan. Antara sosok pemimpin dan sistem yang menopangnya. Antara narasi mitologis dan realitas pembangunan.
Jawa Barat bukan kerajaan. Gubernurnya bukan Prabu. Dan rakyatnya bukan pengikut yang harus bersujud pada narasi personal. Kita adalah warga negara yang berhak mendapatkan tata kelola yang rasional, partisipatif, dan akuntabel.
Jika kita membiarkan atavisme birokrasi tumbuh tanpa kritik, maka masa depan demokrasi lokal kita akan dikuasai oleh romantisme masa silam, bukan harapan masa depan.
Penulis: Nunu A. Hamijaya
Sejarawan publik/ Alumni IKIP Bdg/Anggota MPUII/Pusat Studi Sunda – PSS Bandung