BIDIKNEWS – Dalam 5 tahun terakhir sebanyak 72.250 kontainer Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus membajiri pasar dalam negeri. Hal ini berdampak pada persaingan yang tidak sehat terhadap para produsen kain yang ada di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, di pasaran saat ini banyak sekali ditemukan produk tekstil yang berasal dari luar negeri.
‘’Dampaknya, produksi kain yang dihasilkan oleh industri dalam negeri kalah bersaing karena harga produk impor bisa lebih murah,’’ ujar Redma dala keterangan rilisnya, dikutip, Selasa, (11/12/2024).
BACA JUGA: 30 Pabrik Tekstil Sudah Gulung Tikar dan PHK Ribuan Karyawan
Menurutnya, produk tekstil berupa kain impor ilegal ini kebanyakan didatangkan dari China, imbasnya sejak 10 tahun terakhir mengalami penurunan pertumbuhan.
Redma mengungkapkan berdasarkan data yang berasal dari ITC dan TradeMap ditemukan nilai ekspor TPT China ke Indonesia sepanjang tahun 2019-2023 memiliki gap yang sangat besar.
‘’Nilainya mencapai, miliaran dolar AS dibandingkan data impor TPT Indonesia dari China. Data tersebut adalah untuk TPT nomor HS 50-63,’’ kata dia.
BACA JUGA: BPOM RI Rilis 55 Produk Kosmetik dan Skin Care Mengadung Zat Berbahaya!
Dari TPT Ilegal tersebut negara sudah mengalami kerugian dengan nilai Rp 46 Triliun dengan nilai ekspor TPT Impor pada 2019-2023 mencapai US$5,09 miliar, US$3,79 miliar, US$5,86 miliar, US$6,50 miliar, dan US$5,28 miliar.
Sedangkan nilai gap Impor TPT dari China yang tercatat dari 2019 sampai 2023 berturut-turut mencapao US$1,12 miliar, US$706,1 juta, US$1,79 miliar, US$2,12 miliar, dan US$1,47.
Gap ini diduga merupakan barang ilegal yang sengaja didatangkan oleh para Importir sehingga menyebabkan kain-kain yang berasal dari China membajiri pasar dalam negeri.
BACA JUGA: Ini dia Biang Kerok Warga Beralih ke Rokok ilegal
Imbas dari maraknya barang Ilegal ini, menyebabkan industri tekstil terbesar di Indonesia seperti PT Sritex sampai dengan pabrik Sepatu Bata ditutup. Bahkan sampai dengan 2023 lalu sudah ada 30 pabrik yang tutup dan mengurangi jumlah karyawan.